Rabu, 30 November 2011

ibadah dan thaharoh

}KONSEP  IBADAH
}Kelompok I
}
}MAKNA
}Ditinjau dari segi bahasa, ibadah memiliki arti taat atau patuh atau menurut.
    Para ahli tauhid mengartikan ibadah dengan meng-Esakan Allah serta menundukkan diri dan jiwa kita kepada-Nya.
}
   Makna ini didasarkan pada ayat, “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun.” (QS. An Nisa’: 36). Namun ibadah, menurut Ahli fiqih, adalah apa yang kita kerjakan untuk meraih keridhoan Allah dan mengharap pahala-Nya di akhirat kelak.
}
}.Dan tujuan hidup orang yangberiman adalah untuk ibadah Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka
menyembah-Ku.
” (QS. Adz Zariyat: 56)
}
}… oleh sebab itu sembahlah Dia dan teguhlah untuk menyembah-Nya.” (QS. Maryam: 65) Jika miskin ia akan berusaha sekuat tenaga mencari nafkah, karena bekerja itu ibadah. Apabila kaya-raya, ia juga bisa memanfaatkan harta tersebut untuk beribadah kepada Allah SWT dengan meringankan beban fakir miskin dan anak-anak yatim
}
}Agar ibadah kita itu mendapatkan ridho dari Allah SWT, maka ada dua syarat yang harus dipenuhi.
}
1. Sah. Maksudnya perbuatan ibadah (misalnya sholat atau puasa atau haji yang kita kerjakan) tersebut harus sesuai dengan ketentuan hukum Islam.
2. Ikhlas, yakni mengerjakannya semata-mata karena Alllah. Bukan karena mengharap dipuji oleh sesama manusia. Katakanlah (Hai Muhammad),
}
 Sesungguhnya aku diperintahkan agar menyembah Allah dan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama. Dan aku diperintahkan supaya menjadi orang yang pertama-tama berserah diri.” (QS. Az Zumar: 11-12)
}
}
}Sekalipun beribadah itu tujuan hidup kita, namun janganlah berlebihan. Abdullah ibnu ‘Amr ra.
mengungkapkan, bahwa Nabi saw. bertanya kepadanya, “
Aku telah mendengar berita bahwa engkau senantiasa sholat sepanjang malam, dan selalu berpuasa di siang harinya.“Abdullah ibnu ‘Amr menjawab, “Ya aku mengerjakan hal tersebut.” Lalu Rosulullah saw. bersabda, “Sungguh jika engkau mengerjakan hal itu niscaya matamu mengantuk dan tubuhmu lemah. Sungguh engkau berkewajiban memenuhi hak tubuhmu dan keluargamu, karena itu berpuasalah dan berbukalah. Sholatlah dan tidurlah“. (HR Syaikhon)
}
}BENTUK IBADAH
vDilihat dari segi umum dan khusus, maka ibadah dibagi dua macam:
1. Ibadah Khoshoh adalah ibadah yang ketentuannya telah ditetapkan dalam nash (dalil/dasar hukum)
yang jelas, yaitu sholat, zakat, puasa, dan haji
2. Ibadah Ammah adalah semua perilaku baik yang dilakukan semata-mata karena Allah seperti bekerja, makan, minum, dan tidur sebab semua itu untuk menjaga kelangsungan hidup dan kesehatan jasmani supaya dapat mengabdi kepada Allah SWT.
}
}
}Ditinjau dari kepentingan perseorangan atau masyarakat, ibadah ada dua macam:
}
1.  ibadah wajib (fardhu) seperti sholat dan    puasa
2. ibadah ijtima’i, seperti zakat dan haji.
}
}Dilihat dari cara pelaksanaannya, ibadah dibagi menjadi tiga:
1.ibadah jasmaniyah dan ruhiyah (sholat dan puasa)
2. ibadah ruhiyah dan amaliyah (zakat)
3. ibadah jasmaniyah, ruhiyah, dan amaliyah (pergi haji)
}
}
}Ditinjau dari segi bentuk dan sifatnya, ibadah dibagi menjadi:
1. ibadah yang berupa pekerjaan tertentu dengan perkataan dan perbuatan, seperti sholat, zakat,puasa, dan haji
2. ibadah yang berupa ucapan, seperti membaca Qur’an, berdoa, dan berdzikir;
3.ibadah yang berupa perbuatan yang tidak ditentukan bentuknya, seperti membela diri, menolong orang lain, mengurus jenazah, dan jihad;
4. ibadah yang berupa menahan diri, seperti ihrom, berpuasa, dan i’tikaf (duduk di masjid)
5. ibadah yang sifatnya menggugurkan hak, seperti membebaskan hutang, atau membebaskan hutang orang lain.
}
}
v    janganlah sekali-kali kita menghalangi orang lain untuk
beribadah. Sebab ancaman hukumannya dari Allah SWT luar biasa pedihnya. Orang yang menghalangi orang beribadah mendapat siksaan dunia akhirat. “
Dan siapakah yang lebih aniaya (selain) dari orang-orang yang menghalangi menyebut nama Allah dalam masjid-masjid dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu fidak sepatutnya masuk ke dalamnya (masjid Allah), kecuali dengan rasa takut. Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat azab yang besar.” (QS. Al Baqarah: 114)
}
}IJTIHAD
}Adalah: suatu usaha yg sungguhdgn mengerahkan segala kemampuan nalar untuk menyelidiki dan menetapkan hukum suatu perkara berdasarkan Al-Qur’an dan hadits.
}Contoh: mengapa minuman berakhohol diharamkan? Padahal Alqur’an tidak menjelaskan ttg alkohol.setelah diselidiki dan diteliti dan mempelajari alqur’an dan hadist maka para ulama mengqiyaskan sifat minuman berakhohol disamakan dgn khomar yaitu memabukkan. wahai orangyg beriman,sesungguhnya minuman keras,berjudi,(berkurban untuk berhala)dan mengundi nasib degan anak panah,adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan”(Qs.5/alm-aidah:90)
}
}
}
} Dasar hukum ijtihad :
vAl-qur’ankemudian jika kamu berbeda pendapat ttg suatu,maka kembalikanlah kepada Alloh(Al-qur’an)dan Rosul (sunnahnya)”.(Qs.4/An-nisa’:59)
}
}Persyaratan pokok seseorang melakukan ijtihad :
qMemahami ayat”alqur’an dgn asbabun nuzulnya.
qMemahami hadis dan asbabul wurudnya
qMenguasai bahasa arab
qMengetahui tempatijmak
qMemahami usul fiqih
qMemahami maksudsyariat
qMemahami masyarakat dan adat istiadatnya
qBersifat adil dan taqwa
}
}Dan para ulama menambahkan tiga syarat lagi yaitu :
qMengetahui ilmu ushuluddin/tauhid/aqidah
qMemahami ilmu mantik/logika
qMenguasai cabang”fiqih
}TAKLIF
  Hukum taklifi adalah suatu ketentuan yang menuntut mukallaf melakukan atau meninggalkan perbuatan atau berbentuk pilihan untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan
}
}Sedangkan perkara-perkara yang dituntut untuk melakukannya atau meninggalkannya atau terdapat pilihan itu ada 5 jenis:
1. Al-
Wâjib: Sebuah perkara yang dituntut oleh al-Syâriterhadap mukallaf untuk melakukannya dengan sebuah tuntutan yang wajib. Dengan gambaran orang yang melakukan perbuatan itu mendapat pahala dari Allah SWT dan bila ditinggalkan berakibat dosa. Seperti contoh mendirikan solat lima waktu, membayar zakat, dan lain-lain.
2. Al-
Mandûb: Sebuah perkara yang dituntut oleh al-Syâriterhadap mukallaf untuk melakukannya dengan sebuah tuntutan yang tidak wajib. Dengan gambaran orang yang melakukan perbuatan mandûb mendapat pahala dari Allah SWT, tetapi apabila ditinggalkan, ia tidak berdosa. Seperti contoh menulis hutang-piutang, siwakan, dan lain-lain.
}
}3. Al-Harâm: Sebuah perkara yang dituntut oleh al-Syâriterhadap mukallaf untuk meninggalkannya dengan sebuah tuntutan yang wajib. Dengan gambaran orang yang melakukan perbuatan itu mendapat dosa dari Allah SWT dan bila ditinggalkan mendapatkan pahala. Seperti contoh memakan harta riba, melakukan zina, dan lain-lain.
4. Al-
Makrûh: Sebuah perkara yang dituntut oleh al-Syâriterhadap mukallaf untuk meninggalkannya dengan sebuah tuntutan yang tidak wajib. Dengan gambaran orang yang meninggalkan perbuatan makrûh mendapat pahala dari Allah SWT, tetapi apabila dilakukan, ia tidak berdosa. Seperti contoh menjatuhkan thalâq terhadap istrinya.
5. Al-
Mubâh: Sebuah perkara yang oleh al-Syârimemperbolehkan terhadap mukallaf untuk memilih antara melakukannya atau meninggalkannya. Dengan gambaran orang yang melakukan atau meninggalkan perkara yang mubâh tidak diberi pahala maupun dosa. Seperti contoh diperbolehkannya berburu apabila telah selesai melaksanakan ibadah haji
}Taqlid
}Taqlid secara makna bahasa berarti membuat ikatan di leher, terambil dari kata qilaadatun, yang bermakna sesuatu yang digunakan orang untuk mengikat yang lainnya (lihat Al Hadits Hujjatun bi Nafsihi, hal 75 dan Al Aqoid hal 91)
}
Adapun secara istilah, taqlid bermakna mengambil madzab ornag lain atau beramal dengan ucapan manusia tanpa dalil dan hujjah. Abu abdillah bin Khuwaizi Mandad berkata,” Setiap orang yang engkau ikuti tanpa dalil dan hujjah, maka engkau adalah muqollid-nya
}
}

 

Hukum Bertaqlid

Dalam permasalahan ini, ada tiga pendapat :
1. Pendapat yang membolehkan bahkan mewajibkan taqlid, pendapat ini dipegang oleh para muqollidun madzahib (fanatik madzab) baik dulu maupun sekarang
2. Pendapat yang melarang taqlid secara mutlak, diantara ulama yang berpendapat demikian adalah Ibnu Khuwaizi Mandad -rahimahullah- dan Imam Asy Syaukani -rahimahullah- .
3. Pendapat yang mengatakan bahwa taqlid ada dua hukum:

a. 
Taqlid yang diperbolehkan, yaitu taqlid seorang yang bodoh     kepadaalim yang terpercaya.

b. 
Taqlid yang dilarang, yaitu taqlid kepada seseorangalim tertentu tanpa hujjah.
}
}
}Sedangkan taqlid adalah perbuatan terlarang dalam Islam dan dicela oleh Alloh Azza wa Jalla dalam banyak ayat dalam kitabNya. Diantaranya Alloh Azza wa Jalla berfirman kepada orang-orang yang bertqlid kepada bapak-bapak mereka:
  “Dan apabila dikatakan kepada mereka’ikutilah apa yang diturunkan Allah’,Mereka menjawab:’(Tidak),tapi kami (hanya) mengikuti apa yang kami dapati dari bapak-bapak kami mengerjakannya’. Dan apakah mereka (akan mengikuti bapak-bapak mereka) walaupun syaithon itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala-nyala.” [QS Luqman 21]
     Ayat ini dan juga ayat-ayat lainnya yang semakna dijadikan dalil oleh para ulamatentang batilnya taqlid. Oleh karena itu mereka para Ulama semua melarang umat untuk taqlid kepada mereka dan menyruh ummat untuk ber ittibakepada Al Qur’an dan Sunah [lihat Kitab Imam Ibnu Abdil Barr , bayaanil Ilmi wa Fadllihi untuk pembahasan selengkapnya]
}ittiba
}Ittibaadalah suatu amalan syar’I yang disyariatkan oleh Alloh Azza wa Jalla dan RosulNya
   Alloh Azza wa Jalla  berfirman

Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya).” [QS Al A’rof 3
}
}
}Ittiba adalah ciri khas yang dimiliki Ahlus Sunnah Wal Jamaah, bahkan merupakan salah satu kaidah dibangunya manhaj mereka.

Ahlus Sunnah wal Jamaah memandang bahwa yang wajib diikuti adalah sunnah Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam baik itu yang berkaitan dengan masalah I’tiqod, ibadah maupun permasalahan agama yang lainnya, hal itu dapat dicapai dengan mengetahui hadits-hadits yang shahih dari Beliau Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam dan apa yang dipahami salaful Ummah. Adapun taqlid yang berujung kepada kebid’ahan adalah ciri khas Ahlul Bid’ah, Ahlul Ikhtilaf dan dan firqoh-firqoh sesat dan menyesatkan [ Lihat : Al I’tishom karya Imam Syathibi -rahimahullah-
}
}BID’AH
  Bid'ah mempunyai arti segala sesuatu yang tidak pernah ada pada saat Nabi masih hidup bahkan tidak pernah dikerjakan oleh Nabi sampai ia wafat tetapi setelah Nabi wafat bermunculan sesuatu yang tidak ada menjadi ada dengan mengaitkan syari'at islam

}
}Ada tiga macam bid’ah :
1.Bid'ah Hasanah :
   Para ulama salaf mengartikan sesuatu hal yang   tak pernah Nabi kerjakan (tak pernah ada) tapi setelah beliau wafat ada orang lain yang mengerjakannya selagi masih tidak keluar dari syari'at islam itu tidak mengapa.
   Contoh :
   Sholat taraweh berjama'ah yang disponsori S. Utsman bin 'Affan R.A. Krn pada masa Nabi sampai tapuk kepemimpinan berpindah ke S. Abu Bakar Asshiddieq sampai S. 'Umar bin Khottob R.A. itu tidak pernah dilakukan.
}
}
2. Bid'ah Karohah :
   Maksudnya Suatu amalan yang tidak pernah dikerjakan Nabi tapi setelah ia wafat banyak bermunculan yang mengandung suatu hal yang dibenci Allah SWT.
 Contoh :
   Menulis ayat Al-Qur'an pada dinding masjid.
   Alasannya : Benda yang dituliskan huruf Al Qur'an adalah Mushhap ( Shuhup)
   Dan apabila kita hendak memegang shuhup haruslah bersih dari               segala hadast. Nah lalu bagaimana jikalau ada orang yang amsuk kemasjid tanpa bersuci lebih dulu dan ia menempelkan badannay didinding yang tertulis huruf Al-Qur'an itu???? Padahal Allah SWT membenci orang yang menyentuh Al-qur'an tanpa bersuci.
}
}
 3.Bid'ah Dholalah :

   Artinya : Suatu amalan yang tak pernah dikerjakan Nabi pada semasa beliau hidup tapi dikerjakan oleh orang lain setelah ia wafat dengan melanggar syari'at agama islam
   Contoh : Pergi ke dukun adalah bid'ah dholalah ( kitab HUKMI SIHRI WAL KAHANAH ).
}
}
}Hubungan Taqlid dan Bid’ah
   Sebab-sebab yang menunjukkan bahwa taqlid itu memiliki hubungan yang kuat dengan bid’ah dan bahayanya, diantaranya :
1. Muqollid tidak bersandar dengan dalil dan tidak mau melihat dalil, jika dia bersandar kepada dalil, maka dia tidak lagi disebut muqollid. Demikian pula Mubtadi’, dia pun dalam melakukan kebid’ahannya tidak berpegang teguh dengan dalil, karena kalau berpegang dengan dalil maka ia tidak lagi dinamakan mubtadi’, karena asal makna bid’ah adalah mengadakan suatu hal yang baru tanpa dalil atau nash.
}
2. Taqlid dan bid’ah adalah tempat tergelinciran yang sangat berbahaya untuk menyimpang dari agama dan aqidah. Karena dua hal tersebut akan menjauhkan pelakunya dari nash dan dalil Al Qur’an dan Sunnah yang merupakan sumber kebenaran. Jika dua penyakit ini sudah mengenai seseorang, niscaya dia akan terjauh dari dalil. Dan jika sudah demikian, maka mengikuti setiap syubhat yang sampai kepdanya dan akan tunduk dan patuh pada setiap seruan.
}
}
}3.Taqlid dan bid’ah ,merupakan sebab pokok tersesatnya umat terdahulu. Alloh Azza wa Jalla menceritakan dalam Al Qur’an tentang Bani Israil yang meminta Musa Alaihi salam untuk menjadikan bagi mereka satu ilah/sesembahan dari batu, karena taqlid mereka kepada para penyembah arca yang pernah mereka lewati. FirmanNya:

 “ Dan Kami seberangkan bani Israel ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang telah menyembah berhala mereka, Bani Israil berkata:’ Hai Musa, buatkanlah untuk kami sebuah ilah sebagaimana mereka memiliki beberapa ilah.’ Musa menjawab:’ Sesungguhkan kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui.’ Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan akan batal apa yang selalu mereka kerjakan” {QS Al A’rof 138-139]