Rabu, 23 November 2011

HAEMOGLOBIN bagian 2


 
IKTERUS
DAPAT DITIMBULKAN OLEH
      ANEMIA HEMOLITIK
      OBSTRUKSI SALURAN EMPEDU
      IKTERUS NEONATORUM
      HEPATITIS
KONSEP DASAR
Definisi
1.      Ikterus Fisiologis
Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah Ikterus
yang memiliki karakteristik sebagai berikut (Hanifa, 1987):
      Timbul pada hari kedua-ketiga
      Kadar Biluirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonates cukup bulan dan 10 mg % pada kurang bulan.
      Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per hari
      Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg %
      Ikterus hilang pada 10 hari pertama
      Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadan patologis tertentu
2.      Ikterus Patologis / Hiperbilirubinemia
      Adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai
      yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak
      ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang
      patologis. Brown menetapkan Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin mencapai 12mg% pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan. Utelly
      menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
3.      Kern Ikterus
      Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak
      terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus,
      Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.
Tanda dan gejala
Etiologi
1.      Peningkatan produksi :
      Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.
      Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
      Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
      Defisiensi G6PD ( Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase ).
      Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol (steroid).
      Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat badan lahir rendah.
      Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
2.      Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.
3.      Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi Toksoplasmosis, Siphilis.
4.      Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
5.      Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif
Metabolisme Bilirubin
      Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah
      Bilirubin yang larut dalam lemak menjadi Bilirubin yang mudah larut dalam
      air) di dalam hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya
      hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan Albumin (Albumin
      binding site).
      Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah
      matang dan menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadai
      sehingga serum Bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.
Patofisiologi Hiperbilirubinemia
      Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan (peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia.)
      Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh.
      gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
      Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
      jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl.
      Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata
      tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan
      mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan
      Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia ( Markum, 1991).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar